Apakah Bitcoin sesuai dengan Syariah?

 

Artikel asli ditulis oleh Davi Barker, The Muslim Agorist

Artikel ini sebenarnya ditujukan lebih kepada kaum muslim, namun saya coba menulisnya dengan bahasa yang lebih sederhana agar lebih mudah dipahami. Diharapkan artikel ini memudahkan bagi umat muslim untuk meningkatkan pengetahuan di dalam dunia finansial.

Saya sebenarnya berada dalam posisi yang kurang nyaman karena saya menjadi satu-satunya orang yang saat ini dianggap cukup mampu menjawab pertanyaan tersebut. Saya tidak merasa bangga mengenai fakta tidak terlalu banyak orang Muslim yang mampu menjawab pertanyaan ini selain saya tetapi justru sebenarnya saya merasa sedih karena sangat sedikit rasa ketertarikan yang dimiliki oleh komunitas Muslim untuk mempelajari mengenai topik ini.

Para Muslim terpelajar yang pernah saya wawancarai tidak pernah mengerti banyak tentang apa itu sebenarnya Bitcoin. Sedangkan orang-orang yang bersikap antusias terhadap Bitcoin rata-rata tidak mengerti mengenai aspek-aspek yang dibahas didalam Hukum Islam. Melihat situasi yang seperti ini, saya berharap menjadi salah satu jembatan yang bisa menghubungkan kedua komunitas ini (Bitcoin dan Muslim).

Perlu kita ketahui ada beberapa aspek dalam Hukum Islam yang hanya berlaku pada mata uang, khususnya aturan-aturan mengenai peminjaman dan donasi — hal ini jugalah yang menjadi alasan mengapa kita melihat banyak lembaga finansial dan bank bermunculan dan mengklaim bahwa mereka sesuai dengan ajaran Syariah atau adanya tempat donasi yang berkaitan erat dengan Zakat di negara-negara Barat. Bahkan banyak yang berspekulasi adanya keberadaan bank dengan landasan syariah karena mempunyai alasan utama menjadikan komunitas Muslim sebagai target mereka, dan lembaga amal Islam juga menjadi bagian dari kebijakan domestik mereka.

Apa itu sebenarnya Zakat ? Zakat adalah sebuah bentuk amal tahunan yang diberikan oleh kaum Muslim, yang dihitung sebanyak 2,5% dari total kekayaan mereka termasuk harta dalam bentuk komoditas tertentu seperti logam mulia. Zakat sebisa mungkin langsung dibagikan ke kaum miskin dan kelaparan, anak-anak yatim piatu, serta para pengembara.

Saat ini, sebenarnya saya memiliki keraguan mengenai tingkat syariah dari mata uang kertas saya (US Dollar). Saya tidak mengerti mengapa sebuah kertas yang dicetak oleh Bank Sentral Amerika Serikat berbeda dengan kertas yang dicetak oleh Parker Bersaudara (“Perusahaan Game Monopoli”). Saya juga tidak paham mengapa kalau begitu kita tidak memberi Zakat dalam bentuk uang monopoli saja. Hanya karena kehati-hatian saya menerapkan hukum Islam yang membuat saya mau memberikan Zakat dalam bentuk uang kertas. Saya tidak akan pernah mau memberikan zakat dari logam mulia saya dengan menggunakan uang kertas, itu artinya saya harus menemukan lembaga penerima Zakat yang mau dibayar dengan logam mulia. Saya malakukan zakat ke Hidaya Foundation karena saya mengagumi integritas mereka, dan saya percaya bahwa mereka akan menyalurkan kontribusi saya dengan tujuan yang baik. Namun hingga kini, saya belum menemukan lembaga penerima Zakat yang mau menerima Bitcoin.

Untuk membahas hal ini kita harus memulainya dengan pertanyaan, “Apa yang disebut dengan mata mata uang secara Islam?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya akan menggunakan karya Sheikh Imran Hosein, khususnya dalam bukunya yang berjudul “The Gold Dinar and Silver Dirham” (Dinar Emas dan Dirham Perak). Beliau adalah salah satu pelajar Islam yang paling berpengalaman dalam topik ini.

Sheikh Imran Hosein mengindentifikasi adanya enam klasifikasi komoditas yang dapat digunakan sebagai mata uang oleh para pengikut Nabi Muhammad. Di dalam Al-Quran disebutkan secara eksplisit bahwa emas dan perak dapat digunakan sebagai mata uang, namun ketika umatnya sedang kehabisan suplai dari emas dan perak, maka mereka dapat menggunakan buah kurma, gandum, jelai dan garam sebagai mata uang. Selanjutnya, kita memiliki catatan bahwa Nabi Muhammad menerapkan aturan yang terkait dengan mata uang menggunakan komoditas-komoditas tersebut, tetapi tidak untuk barang lain seperti contohnya ternak, yang tidak dapat digunakan menjadi mata uang.

Dalam generasi-generasi berikutnya, kaum Muslim menerima beberapa koin asing sebagai mata uang tetapi tidak menerima semuanya, banyak juga yang ditolak sebagai mata uang. Mereka menggunakan komoditas-komoditas baru di daerah dimana enam komoditas asli yang biasa mereka gunakan tidak tersedia, contohnya saja menggunakan beras saat di Indonesia dan gula saat di Kuba.

Jadi, mengapa dan apa alasan beberapa koin diterima sebagai mata uang sedangkan yang lain ditolak? Mengapa menggunakan beberapa komoditas ini, dan menolak yang lain? Sheikh Imran Hosein mengidentifikasi enam ciri-ciri umum yang dapat dijadikan sebagai mata uang yang syariah dalam Islam.

  1. Mata Uang adalah sesuatu yang berupa makanan atau logam mulia.
  2. Mata Uang tersedia secara bebas dan tidak diatur siapapun.
  3. Mata Uang bersifat tahan lama dan tidak mengalami kerusakan atau korosi.
  4. Mata Uang memiliki nilai intrinsik.
  5. Mata Uang itu diciptakan dan dibuat berharga oleh Tuhan.
  6. Mata Uang berfungsi sebagai sebuah media pertukaran.

Saya sebenarnya ingin membantah ciri mata uang yang pertama. Sheikh Imran Hosein menyimpulkan persyaratan bahwa uang harus berbentuk logam atau makanan dari daftar asli, namun hal tersebut tidak dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Ada kemungkinan bahwa komoditas-komoditas itu digunakan karena memenuhi lima persyaratan yang lain. Dalam menjelaskan ciri pertama Sheikh Imran Hosein menulis:

“Beberapa ulama Islam berpendapat bahwa manusia bebas untuk menggunakan apapun, bahkan sebutir pasir, sebagai mata uang. Mereka kemudian pergi untuk menyatakan bahwa tidak ada larangan dalam mencetak kertas untuk digunakan sebagai uang dan kemudian menetapkan nilai berapapun untuk kertas tersebut. Tanggapan kita adalah bahwa hanya Allah Swt yang berhak berdiri sebagai al-Razzaq, Sang Pencipta Kekayaan. Siapapun yang mencoba untuk memiliki hak prerogatif ilahi dengan menciptakan kekayaan dari kertas, atau sewenang-wenang menetapkan bahwa butiran pasir memiliki nilai yang berbeda dari nilai alami mereka, akan dinyatakan bersalah karena dianggap Shirk (menyembah berhala).”

Penolakannya terhadap pasir dan kertas bukanlah karena komoditas tersebut tidak berbentuk logam atau makanan, tetapi karena mereka tidak memiliki nilai intrinsik. Ketika menjelaskan arti nilai intrinsik, nilai alami, dan nilai yang diberikan Tuhan, yang kerap ia gunakan secara bergantian, hasil ujinya adalah bahwa nilai yang murni ditentukan oleh penawaran dan permintaan, dan tidak secara artifisial (tiruan) diciptakan oleh suatu lembaga pusat (bank sentral). Menurut saya, jika sebuah komoditas tidak berbentuk logam atau makanan namun memenuhi lima ciri yang lain, maka komoditas tersebut dapat dikategorikan sebagai mata uang. Misalnya, batu Rai dari Mikronesia, manik-manik Wampum yang digunakan oleh beberapa penduduk asli Amerika, atau bulu berang-berang yang digunakan sebagai mata uang di era pra-Revolusi Amerika.

Sekarang kita perlu bertanya, “Apa itu Bitcoin?”

Bitcoin adalah sebuah digital asset yang tersebar dalam jaringan peer-to-peer yang tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini memiliki sebuah buku akutansi besar bernama Blockchain yang dapat diakses oleh publik, dimana didalamnya tercatat semua transaksi yang pernah dilakukan oleh seluruh pengguna Bitcoin, termasuk saldo yang dimiliki oleh tiap pengguna. Dalam memproses semua transaksi, para penambang Bitcoin harus menyelesaikan sebuah perhitungan matematika yang rumit. Ketika mereka berhasil menemukan solusinya, sebuah blok akan terbentuk di dalam Blockchain, dan para penambang itu akan memperoleh Bitcoin baru yang terlahir dari sistem. Bitcoin ini akan mereka sebarkan kembali ke dalam jaringan ketika mereka melakukan transaksi dengan para pengguna Bitcoin yang lain. Proses penciptaan Bitcoin ini akan berkurang seiring berjalannya waktu. Dalam waktu yang telah ditentukan, jumlah Bitcoin yang ada tidak akan melebihi 21 juta Bitcoin, dan yang lebih penting lagi adalah, Bitcoin tidak akan bisa dimanipulasi oleh siapapun.

Setiap transaksi publik mempunyai kunci privat (private key) yang sesuai sehingga hanya pihak penerima-lah yang dapat melakukan transaksi berikutnya. Transaksi akan disiarkan ke dalam jaringan, dicatat dalam buku besar, dan sebuah kunci baru akan diciptakan untuk memberikan hak kepemilikan penuh kepada pihak penerima meskipun secara teknis, informasi tersedia pada setiap komputer yang terhubung dalam jaringan.

Hasilnya, Bitcoin dapat ditukar secara bebas oleh siapa saja yang terhubung dalam jaringan, bahkan melewati batas nasional. Transaksi ini dapat dilakukan tanpa lembaga apapun sebagai perantara. Transaksi dapat dilakukan dari mana saja di dunia selama mereka memiliki akses ke jaringan. Dan transaksi ini berpotensi untuk dilakukan secara anonim.

Jadi bagaimana penjelasan ini bisa berkaitan dengan definisi kita tentang mata uang?

Pertama, apakah Bitcoin itu termasuk logam mulia atau makanan? Tentu tidak, tapi seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, saya tidak yakin masalah ciri logam mulia atau makanan ini adalah kriteria yang baik dalam menentukan apakah suatu komoditas itu dapat dianggap mata uang atau tidak.

Kedua, apakah Bitcoin memiliki pasokan yang melimpah dan tersedia secara bebas? Tentu saja. Siapapun bisa menjadi penambang Bitcoin hanya dengan memberikan waktunya untuk menjalankan proses komputer yang diperlukan, atau mereka dapat memperoleh Bitcoin dengan menukarkan mata uang lain untuk digital asset tersebut, atau bisa juga menerimanya sebagai pembayaran.

Ketiga, apakah Bitcoin bersifat tahan lama? Tentu saja. Jika Anda menyimpan Bitcoin Anda pada flash drive dan menyembunyikannya di bawah kasur Anda selama 20 tahun, data akan tetap utuh. Ada kemungkinan bahwa data bisa rusak, sehingga tidak tahan lama seperti emas atau perak, tetapi setidaknya lebih tahan lama daripada gandum atau jelai.

Keempat, apakah Bitcoin memiliki nilai intrinsik? Orang-orang bertanya padaku sebenarnya Bitcoin dijamin oleh apa. Jawabannya adalah Bitcoin berharga karena orang menghargai Bitcoin. Apa yang menjamin sebatang emas? Jawabannya adalah sama. Emas hanya berharga karena orang menghargai emas. Tidak ada bank sentral yang menyatakan bahwa Bitcoin berharga. Bitcoin didukung dengan sendirinya, dan itulah yang dimaksud dengan nilai intrinsik. Beberapa orang menghargai Bitcoin untuk potensi anonimitas yang ditawarkannya, beberapa mendukung Bitcoin karena dapat ditransfer melalui internet tanpa biaya, dan orang lainnya mendukung Bitcoin dengan alasan untuk mendapatkan ketenangan pikiran karena akun mereka tidak akan bisa dibekukan oleh siapapun. Apapun alasan mereka dalam menghargai Bitcoin, alasannya disebabkan oleh karakteristik yang melekat pada desain Bitcoinnya, bukan di luar itu. Itulah nilai intrinsik dari Bitcoin.

Kelima, apakah Bitcoin ada dalam penciptaan, dan dibuat berharga oleh Allah? Hal ini sulit untuk dijawab karena biasanya tidak menjadi bagian dari analisis ekonomi. Hasil uji untuk ini, menurut Sheikh Imran Hosein, adalah bahwa harga ditentukan oleh penawaran dan permintaan, dan tidak sewenang-wenang ditetapkan oleh Bank Sentral. Jadi, misalnya, umat Islam pada awalnya menerima koin tembaga asing—meskipun tembaga bukan salah satu dari enam komoditas asli yang digunakan oleh para pengikut Nabi Muhammad—namun mereka mengabaikan nilai nominal koin dan memperdagangkannya pada harga tembaga di pasar. Bitcoin tidak memiliki nilai nominal. Tidak ada Bank Sentral yang sewenang-wenang memberikan nilai untuk digital asset tersebut dengan nilai yang berbeda dari nilai alami mereka. Situs perdagangan online seperti Bitstamp memperjualbelikan Bitcoin seperti halnya Kitco memperdagangkan emas dalam pasar yang harganya terus berubah sesuai penawaran dan permintaan.

Saya memikirkannya seperti ini. Emas ada dalam penciptaan, tetapi tidak memiliki harga sampai akhirnya ditambang dan dibuat menjadi bentuk yang berguna. Emas membutuhkan tenaga manusia yang mengolah dan mendesainnya terlebih dahulu untuk mendapatkan nilainya. Demikian pula dengan Bitcoin. Solusi untuk masalah matematika yang ada dalam penciptaan mungkin tidak bersifat material, tetapi mereka ditemukan (atau diolah) bukan diciptakan. Tapi mereka tidak berharga sampai mereka diolah oleh para penambang Bitcoin dan didesain oleh jaringan Bitcoin. Hukum ekonomi yang mengatur fluktuasi harga mencerminkan nilai yang diberikan Allah, meskipun jika bentuk program Bitcoin, seperti koin, adalah rancangan manusia. Bagi saya, Bitcoin memenuhi persyaratan ini, tetapi saya bisa melihat bagaimana orang lain mungkin membantah kesimpulan tersebut.

Keenam, apakah Bitcoin berfungsi sebagai alat tukar? Tentu saja. Bitcoin digunakan oleh ribuan orang setiap harinya untuk membeli, menjual dan diperdagangkan dan Bitcoin sendiri dapat dibagi hingga delapan angka desimal.

Jadi, dari enam persyaratan mata uang dalam Islam, Bitcoin secara mudah dapat memenuhi empat persyaratan secara sempurna, memenuhi salah satu syarat yang masih bisa diperdebatkan, dan tidak memenuhi salah satu persyaratan yang menurut saya tidak perlu untuk dipermasalahkan.

Bagaimana jika kita bandingkan Bitcoin dengan uang kertas? Uang kertas tidak berupa logam atau makanan. Karena terjadi inflasi, uang kertas tidak bersifat tahan lama, dan nilainya berkurang dari waktu ke waktu. Tidak memiliki tidak intrinsik, tetapi berasal dari hukum legal tender yang mewajibkan penggunaannya. Harganya tidak ditentukan oleh penawaran dan permintaan, tetapi ditetapkan oleh lembaga terpusat atau bank sentral. Uang kertas hanya memenuhi dua dari enam persyaratan utama, yaitu: berlimpah dan berfungsi sebagai alat tukar—dan ciri itupun terpenuhi karena diwajibkan oleh hukum umum atau sekuler.

Dalam situasi terbaik, uang kertas hanya dapat memenuhi dua dari enam ciri syarat mata uang dalam hukum Islam, sementara Bitcoin memenuhi empat atau lima syarat mata uang. Jadi, umat Islam yang menganggap kertas sebagai mata uang tentu harus menganggap Bitcoin sebagai mata uang, mungkin lebih daripada itu. Kaum Muslim yang menolak uang kertas dan sedang mencari alternatif lain harus mulai mencari tahu tentang Bitcoin. Kita sekarang hidup di kondisi dimana logam mulia hampir tidak umum dipergunakan lagi sebagai nilai tukar di kalangan orang-orang biasa seperti di masa lalu. Saya melihat improvisasi yang cantik menganai pada masa lalu, dasar ekonomi berpindah kepada makanan ketika persediaan logam mulia sudah mulai langka. Dan hari ini ekonomi digital kita mulai berpindah ke digital asset saat logam mulia mulai langka, atau bahkan tidak boleh dipergunakan sebagai mata tukar. Oleh karena itu kesimulannya, saya menyebut Bitcoin cocok sebagai mata uang. Anda bebas untuk menyetujui pendapat saya atau tidak. Tetapi yang pasti saat ini saya sedang menunggu lembga Zakat yang mau menerima Bitcoin sehingga saya bisa melakukan Zakat saya melalui Bitcoin.

Sumber Artikel
[diterjemahkan oleh Oscar Darmawan dan Suasti Atmastuti]

Artikel Terbaru

Logo Indodax
Indodax adalah perusahaan berbasis teknologi yang mempertemukan penjual dan pembeli aset kripto terbesar di Indonesia dengan lebih dari 5 juta member, memperjualbelikan lebih dari 200 jenis aset kripto, serta 10 juta pengunjung perbulannya.

            

Hubungi Kami

Millennium Centennial Center lt.2
JI.Jend. Sudirman No.Kav 25, RT.4/RW.2, Kuningan, Karet Kuningan, Setia Budi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12920

Unduh Aplikasi Kami

Logo Indodax
Indodax adalah perusahaan berbasis teknologi yang mempertemukan penjual dan pembeli aset kripto terbesar di Indonesia dengan lebih dari 5 juta member, memperjualbelikan lebih dari 200 jenis aset kripto, serta 10 juta pengunjung perbulannya.

             

Hubungi Kami

Millennium Centennial Center lt.2
JI.Jend. Sudirman No.Kav 25, RT.4/RW.2, Kuningan, Karet Kuningan, Setia Budi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12920

All Right Reserved Indodax 2023